Menurut
paham umum kata “pembangunan” lazimnya diasosiasikan dengan pembangunan ekonomi
dan industrya yang selanjutnya diasosiasikan dengan dibangunnya pabrik-pabrik,
jalanan, jembatan sampai kepada pelabuhan, alat-alat transportasi, komunikasi,
dan sejenisnya. Sedangkan hal mengenai sumber daya manusia tidak secara lansung
terlihat sebagai sasaran pembicaraan. Padahal banyak bukti yang dialami oleh
banyak Negara menunjukkan bahwa kemajuan di bidang ekonomi dan industry
ditandai oleh kenaikan GNP, lalu kenaikan volume ekspor dan impor sebagai
indikatornya, ternyata tidak otomatis membawa kesejahteraan masyrakatnya.
Kondisi demikian justru menimbulkan
gejala penyerta yang negative, antara lain: kegoncangan social politik, karena
kasengsaraan masyarakat, seperti dialami oleh Negara Pakistan
akhir-akhir ini; meningkatnya pengangguran dan kemelaratan seperti dialami oleh
Malaysia
dan beberapa Negara tetangga lainnya.
Gambaran di atas itu menunjukkan bahwa pembangunan dalam arti
yang terbatas pada bidang ekonomi dan industri saja belumlah menggambarkan esensi
yang sebenarnya dari pembangunan, jika kegiatan-kegiatan tersebut belum dapat
mengatasi masalah yang hakiki yaitu terpenuhinya hajat hidup dari rakyat banyak
material dan spiritual.
Disini terlihat, bahwa
esensi pembangunan bertupu dan berpangkal dari manusiaya,bukan pada
lingkungannya seperti perkembangan ekonomi sebagaimana telah dikemukakan.
Pembangunan berorientasi pada pemenuuhan hajat
manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia.
Seperti yang dinyatakan
dalam GBHN, hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia .
Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa yang menjadi tujuan akhir pembangunan
adalah manusianya, yaitu dapatnya dipenuhi hajat hidup, jasmaniah dan rohaniah,
sebagai mahluk individu, mahluk social, dan mahluk religious, agar dengan
demikian dapat meningkatkan martabatnya selaku mahluk. Jika pembangunan
bertolak dari sifat hakikat manusia, berorientasi kepada pemenuhan hajat hidup
manusia sesuai sebutan dapat diartikan bahwa yang menjadi tujuan akhir pembangunan
adalah manusianya, yaitu dapatnya dipenuhi hajat hidup manusia sesuai sebutan
dapat diartikan bahwa yang menjadi tujuan akhir pembangunan adalah manusianya,
yaitu dapatnya dippenuhi hajat hidup, jasmaniah, dan rohaniah, sebagai mkhluk
individu, mahluk social, dann makhluk religious, agar dengan demmikian dapat
meningkatkan martabatnya selaku makhluk.
Jika pembangunan
bertolak dari sifat hakikat manusia,berorientasi kepada pemenuhan hajat hidu[
manusia sesuai dengan kordratnya sebagai manusia maka dalam ruang gerak
pembangunan, manusia dapat dipandang sebagai “objek” dan sekaligus juga sebagai
“subjek” pembangunan. Sebagai objek pembangunan manusia dipandang sebagai
sasaran yang dibangun.dalam hal ini pembangunan meliputi ikhtiar ke dalam diri
manusia, berupa pembinaan pertumbuhan jasmani, dan perkembangan rohani yang
meliputi kemampuan penalaran, sikap diri, sikap social, dan sikap terhadap
lingkungannya, tekad hidup yang positif serta keterampilan kerja. Ikhtiar
disebut pendidikkan. Manusia dipandang sebagai “subjek” pembangunan karena ia
dengan segenap kemampuannya menggarap lingkungannya secara dinamis dan
krreatif, baik terhadap sarana lingkungan alam maupun lingkungan
social/spiritual. Perekayasaan terhadap lingkungan ini lazim disebut pembangunan.
Jika pendidikan dan
pembangunan dilihat sebagai suatu garis proses, maka keduanya merupakan suatu
garis yang terletak continue yang saling
mengisi. Proses pendidikan pada satu garis menempatkan manusia sebagai titik
awal, karena pendidikan mempunyai tugas untuk menghasilkan sumber daya manusia
yang berkualitas untuk pembangunan, yaitu pembangunan yang dapat memenuhi hajat
hidup masyarakat luas serta mengangkat martabat manusia sebagai mahkluk. Bahwa
hasil pendidikan menunjang pembangunan, juga dapat dilihat korelasinya dengan
peningkatan kondisi sosial ekonomi peserta didik yang mengalami pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar