Senin, 09 Januari 2012

PEMBANGUNAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL


      Dua hal yang akan dikemukakan adalah:
      1.      Mengapa sistem pendidikan harus dibangun
               Setiap pendidikan selalu berurusan dengan manusia karena hanya manusia yang dapat dididik dan harus selalu dididik (demikian menurut  Langeveld). Pengalaman manusia akan mengalamiperkembangan, itulah sebabnya mengapa sistem pendidikan sebaggai sarana yang menghantar manusia untuk menemukan jawaban atas teka-teki mengenai diriya, juga selalu disempurnakan.
               Selanjutnyya persoalan pendidikan juga dapat dilihat sebagai persoalan nasional kerena pendidikan berhubungan dengan masa depan bangsa. Jika masyarakat Indonesia (menurut rencana pembangunan) pada Pelita VI berubah dari masyarakat agraris ke masyarakat industry, tentunya pola piker dan perilaku yang dilandasi oleh situasi dan kondisi di mana manusia disibukkan dengan kegiatan industri.
               kriteria “kualitas manusia” tentu berubah sesuai dengan tuntutan masyarakat yang berkembang.misalnya soal pendidikan dasar (basic education) minimal bagi warga Negara berubah dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Penghargaan masyarakat terhadap waktu juga berubah, dan seterusnya.
               Untuk dapat menyongsong suasana hidup yang diperlukan itu sistem pendidikan harus berubah. Jika tidak, maka pendidikan sebagai an agent of social change (agen peruubahan social) tidak berfungsi sebagimana mestinya. Strukturnya, kurikulumnya, pengelolaannya, tenaga kependidikannya mau tidak mau harus disesuuaikan dengan tuntunan baru tersebut.

   2.      Wujud pembangunan sistem pendidikan
            Secara makro, sistem pendidikan meliputi banyak aspek yang satu sama lain bertalian erat, yaitu:
-    aspek filosofis dan keilmuan
-    aspek yuridis dan perundang-undangan
-    struktur
-    kurikulum yang meliputi materi, metodologi, pendekatan, orientasi.

a)      Menghubungkan antar aspek-aspek
Aspek filosofis, keilmuan, dan yuridis menjadi landasan bagi butir-butir yang lain. karena memberikan arah serta mewadahi butir-butir yang lain. artinya, struktur pendidikan, kurikulum, dan lain-lain yang lain itu harus mengacu kepada aspek filosofis, aspek keilmuan, dan aspek yuridis. Oleh karena itu, perubahan apa pun yang terjadi pada struktur pendidikan, kurikulum, dan lain-lain tersebut harus tetap harus tetap berada di dalam wadah filosofis dan yuridis.
      Meskipun aspek filosofis itu menjadi landasan tetapi tidak harus diiartikan bahwa setiap menjadi perubahan filosofis dan yuridis harus diikuti dengan aspek-aspek yang lain itu secara total. Contohnya Undang-Undang Pendidikan No. 12 Tahun 1954 diubah menjadi Undang-Undang Pendidikan No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tetapi struktur pendidikan tetap saja seperti yang lalu yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Hal yang sama tetap berlangsung meskipun falsafah pendidikan zaman penjajahan berubah sejak mulai kita merdeka dengan falsafah pancasila.

b)      Aspek filsofis keilmuan
Aspek filosofis berupa penggarapan tujuan nasioanl pendidikan. Rumusan tujuan nasioanl yang tentunya memberikan peluang bagi pengembangan sifat hakikat manusia yang bersifat kodrati yang berarti pula bersifat wajar. Bagi kita pengembangan sifat kodrati manusia itu parallel dengan jiwa pancasila. Filsafat pancasila ini menggantikan secara total falsafah pendidikan penjajahan. Penjajah memfungsikan pendidikan sebagai sarana untuk menghasilkan tenaga kerja  yang terampil tetapi bersifat tergantung dan loyal kepada penjajah. Iklim seperti ini jelas berbeda dengan sistem pendidikan dari bangsa yang merdeka, yang arah dan tujuannya adalahlahlah mewujudkan manusia-manusia yang cakap dan  terampil, bersifat dinamis, kretif, dan inovatif serta mandiri tetapi penuh tenggang rasa.
Kecuali filsafat, segi keilmuan juga memberikan sumbangan penting terhadap sistem pendidikan. Dalam usaha mencapai tujuan yang telah dirumuskan oleh filsafat itu, sistem pendidikan memerlukan tunjangan dari teori keilmuan.


c)      Aspek yuridis
Undang-Undang Dasar 1945 sebgai landasan hokum pendidikan sifatnya relative tetap. Hal ini dimungkinkan oleh karena UUD 1945 isinya ringkas sehingga sifatnya lugas. Beberapa pasal melandasi pendidikan, baik yang sifatnya eksplisit (pasal 31 1ýt (1) dan (2); pasal  32) maupun yang inplisit (pasal 27 ayat (1) dan (2); pasal 34)). Pasal-pasal tersebut yang sifat masih sangat global dijabarkan lebih rinci ke dalam bentuk UU Pendidikan. Berdasarkan UU Pendidikan inilah sistempendidikan disusun dan dilaksanakan.
Tetapi kemajuan zaman menimbulkan kebutuhan-kebutuhan baru, khususnya kebutuhan baru, khususnya kebutuhan akan penyempurnaan sistem pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan-kebutuhan baru tersebut. Jelasnya sistem pendidikan perlu disempurnakan, dan tugas ini hanya dapat dilakukan dengan mendasarkan diri pada Undang-Undang Pendidikan.

d)     Aspeks truktural
Aspek struktur pembangunan sistem penndidikan berperan  pada upaya pembenahan struktur pendidikan yang mencangkup jenjang dan jenis pendidikan, lama waktu belajar dari jenjang yang satu ke jenjang yang lain, sebagai akibat sebagai perkembangan sosial budaya dan politik.
Dalam prakteknya, pembangunan pola struktur tidak dapat dipisahkan dari aspek filosofis. Pada zaman penjajahan Belanda misalnya, sekolah taman kanak-kanak belum dianggap sebagai suatu kebutuhan. Jenjang pendidikan formal yang terendah addalah sekolah rakyat/sekolah desa (volk school) 3 tahun. Dalam hal demikian sekolah desa tidak berfungsi sebagai pendidikan dasar (basic education) yang memberikan bekal dasar kepada setiap warga Negara untuk berperan serta dalam pembangunan, tetapi sekadar untuk konsumsi politik etis dan menyiapkan tenaga buruh yang sekedar dapat membaca dan menulis guna melancarkan roda pemerintah penjajah.
Terjadinya perubahan struktur dalam sistem pendidikan kita dapat disebut, antara lain: Pendidikan guru pada zaman penjajahan Belanda dikenal apa yang disebut CVO (Cursusnvoor Volk-Onderwijs) dengan lama studi 2 tahun sesudah sekolah rakyat (SR) 5 tahun, Normal Schoolyang lama studinya 4 tahun sesudah SR 5 tahun, setara dengan SGB (Sekolah Guru Bawah).

e)      Aspek kurikulum
Kurikulum merupakan sarana pencapaian tujuan. Jika tujuan kurikuler berubah, maka kurikulum berubah pula. Perubahan dimaksud mungkin mengenai materinya, orientasinya, pendekatannya ataupun metodenya.
Kurikulum dalam sistem pendidikan persekolahan di Negara kita telah mengalami penyempurnaan-penyempurnaan dalam perjalanannya. Pada zaman penjajahan Belanda karena sederhananya tujuan yang ingin dicapai, maka kurikulum pada SR (Sekolah Rakyat) misalnya dikenal dengan apa yang disebut 3R’s. pada zaman penjajahan Jepang pelajaran diwarnai iklim militeristis (upacara penghormatan Hinomaru, Taiso [sekarang SKJ], llatihan kemiliteran, Kingrohasi [kerja bakti], menyanyikan nyanyian-nyanyian perjuangan dan pelajaran bahasa dan tulisan Jepang). Sedangkan pelajaran-pelajaran yang lain dinomorduakan.
Pada era orde lama materi pelajaran tujuh bahan zaman orde lama dan pokok indroktinasi (tahun 1950-1960-an) menempati posisi penting dalam kurikulum, terutama kurikulum pendidikan tinggi. Dengan terjadinya tragedy nasional pada tahun 1965, maka pada era orde baru, mulai tahún 1966,, materi tujuh bahan pokok ditiadakan dan materi Pendidikan Moral Pancasila menjadi materi pokok dalam kurikulum pada semua jenjang pendidikan.
Kurikulum pada pra-universitas secara keseluruhan dibenahi sehingga lahir kurikulum 1968. Tetapi kurikulum ini belum dianggap memberikan rambu-rambu yang jelas, baik orientasinya maupun pendekatan kurikulumnya. Usaha selanjutnya menghasilkan kurikulum 1975/1976 yang berorientasi pada hasil (product oriented) dengan metode PPSI (Prosedur Kurikulum Pengembangan Sistem Instruksional). Tetapi Karena pengalaman antara tahun 1976 sampai dengan tahun 1980 menunjukkan bahwa apa yang dikehendaki tidak tercapai sampai dengan tahun 1980 menunjukkan bahwa apa yang dikehendaki tidak tercapai, maka upaya penyempurnaan  kurikulum selanjutnya meghasilkan kurikulum 1984. Model ini memadukan dua orientasi yaitu product oriented  dengan process oriented, yang ditunjang dengan pendekatan CBSA. Kemudian menjelang tahun 1990 dilengkapi dengan muatan lokal dalam kurikulum, yang berlatar belakang pada tuntutan sosial cultural dari derap pembanguan.
Dari uraian di atas, terlihat betapa perlunya sistem pendidikan itu selalu disempurnakan, khususnyya dari segi kurikulumnya.



Tirtaraharja Umar & Sulo L. La.2005. Pengantar Ppendidikan.Jakarta. Rineka          Cipta

Shene, H.G. 1984. Arti Pendidikan Bagi Masa Depan.Jakarta. Pustekom,    Dikbud:       CV Rajawali








1 komentar: