Dua hal yang akan dikemukakan
adalah:
1.
Mengapa sistem pendidikan harus dibangun
Setiap pendidikan selalu berurusan
dengan manusia karena hanya manusia yang dapat dididik dan harus selalu dididik
(demikian menurut Langeveld). Pengalaman
manusia akan mengalamiperkembangan, itulah sebabnya mengapa sistem pendidikan
sebaggai sarana yang menghantar manusia untuk menemukan jawaban atas teka-teki
mengenai diriya, juga selalu disempurnakan.
Selanjutnyya
persoalan pendidikan juga dapat dilihat sebagai persoalan nasional kerena
pendidikan berhubungan dengan masa depan bangsa. Jika masyarakat Indonesia
(menurut rencana pembangunan) pada Pelita VI berubah dari masyarakat agraris ke
masyarakat industry, tentunya pola piker dan perilaku yang dilandasi oleh
situasi dan kondisi di mana manusia disibukkan dengan kegiatan industri.
kriteria
“kualitas manusia” tentu berubah sesuai dengan tuntutan masyarakat yang berkembang.misalnya
soal pendidikan dasar (basic education)
minimal bagi warga Negara berubah dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Penghargaan
masyarakat terhadap waktu juga berubah, dan seterusnya.
Untuk
dapat menyongsong suasana hidup yang diperlukan itu sistem pendidikan harus
berubah. Jika tidak, maka pendidikan sebagai an agent of social change (agen peruubahan social) tidak berfungsi
sebagimana mestinya. Strukturnya, kurikulumnya, pengelolaannya, tenaga
kependidikannya mau tidak mau harus disesuuaikan dengan tuntunan baru tersebut.
2.
Wujud pembangunan sistem pendidikan
Secara makro, sistem pendidikan
meliputi banyak aspek yang satu sama lain bertalian erat, yaitu:
-
aspek filosofis dan keilmuan
-
aspek yuridis dan perundang-undangan
-
struktur
-
kurikulum yang meliputi materi,
metodologi, pendekatan, orientasi.
a)
Menghubungkan antar aspek-aspek
Aspek
filosofis, keilmuan, dan yuridis menjadi landasan bagi butir-butir yang lain.
karena memberikan arah serta mewadahi butir-butir yang lain. artinya, struktur
pendidikan, kurikulum, dan lain-lain yang lain itu harus mengacu kepada aspek
filosofis, aspek keilmuan, dan aspek yuridis. Oleh karena itu, perubahan apa
pun yang terjadi pada struktur pendidikan, kurikulum, dan lain-lain tersebut
harus tetap harus tetap berada di dalam wadah filosofis dan yuridis.
Meskipun aspek filosofis itu menjadi
landasan tetapi tidak harus diiartikan bahwa setiap menjadi perubahan filosofis
dan yuridis harus diikuti dengan aspek-aspek yang lain itu secara total.
Contohnya Undang-Undang Pendidikan No. 12 Tahun 1954 diubah menjadi
Undang-Undang Pendidikan No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
tetapi struktur pendidikan tetap saja seperti yang lalu yaitu pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Hal yang sama tetap berlangsung
meskipun falsafah pendidikan zaman penjajahan berubah sejak mulai kita merdeka
dengan falsafah pancasila.
b)
Aspek filsofis keilmuan
Aspek
filosofis berupa penggarapan tujuan nasioanl pendidikan. Rumusan tujuan
nasioanl yang tentunya memberikan peluang bagi pengembangan sifat hakikat
manusia yang bersifat kodrati yang berarti pula bersifat wajar. Bagi kita
pengembangan sifat kodrati manusia itu parallel dengan jiwa pancasila. Filsafat
pancasila ini menggantikan secara total falsafah pendidikan penjajahan.
Penjajah memfungsikan pendidikan sebagai sarana untuk menghasilkan tenaga
kerja yang terampil tetapi bersifat
tergantung dan loyal kepada penjajah. Iklim seperti ini jelas berbeda dengan
sistem pendidikan dari bangsa yang merdeka, yang arah dan tujuannya
adalahlahlah mewujudkan manusia-manusia yang cakap dan terampil, bersifat dinamis, kretif, dan
inovatif serta mandiri tetapi penuh tenggang rasa.
Kecuali
filsafat, segi keilmuan juga memberikan sumbangan penting terhadap sistem
pendidikan. Dalam usaha mencapai tujuan yang telah dirumuskan oleh filsafat
itu, sistem pendidikan memerlukan tunjangan dari teori keilmuan.
c)
Aspek yuridis
Undang-Undang
Dasar 1945 sebgai landasan hokum pendidikan sifatnya relative tetap. Hal ini
dimungkinkan oleh karena UUD 1945 isinya ringkas sehingga sifatnya lugas. Beberapa
pasal melandasi pendidikan, baik yang sifatnya eksplisit (pasal 31 1ýt (1) dan
(2); pasal 32) maupun yang inplisit
(pasal 27 ayat (1) dan (2); pasal 34)). Pasal-pasal tersebut yang sifat masih
sangat global dijabarkan lebih rinci ke dalam bentuk UU Pendidikan. Berdasarkan
UU Pendidikan inilah sistempendidikan disusun dan dilaksanakan.
Tetapi
kemajuan zaman menimbulkan kebutuhan-kebutuhan baru, khususnya kebutuhan baru,
khususnya kebutuhan akan penyempurnaan sistem pendidikan yang sesuai dengan
tuntutan kebutuhan-kebutuhan baru tersebut. Jelasnya sistem pendidikan perlu
disempurnakan, dan tugas ini hanya dapat dilakukan dengan mendasarkan diri pada
Undang-Undang Pendidikan.
d)
Aspeks truktural
Aspek
struktur pembangunan sistem penndidikan berperan pada upaya pembenahan struktur pendidikan
yang mencangkup jenjang dan jenis pendidikan, lama waktu belajar dari jenjang
yang satu ke jenjang yang lain, sebagai akibat sebagai perkembangan sosial
budaya dan politik.
Dalam
prakteknya, pembangunan pola struktur tidak dapat dipisahkan dari aspek
filosofis. Pada zaman penjajahan Belanda misalnya, sekolah taman kanak-kanak
belum dianggap sebagai suatu kebutuhan. Jenjang pendidikan formal yang terendah
addalah sekolah rakyat/sekolah desa (volk
school) 3 tahun. Dalam hal demikian sekolah desa tidak berfungsi sebagai
pendidikan dasar (basic education)
yang memberikan bekal dasar kepada setiap warga Negara untuk berperan serta
dalam pembangunan, tetapi sekadar untuk konsumsi politik etis dan menyiapkan
tenaga buruh yang sekedar dapat membaca dan menulis guna melancarkan roda
pemerintah penjajah.
Terjadinya
perubahan struktur dalam sistem pendidikan kita dapat disebut, antara lain:
Pendidikan guru pada zaman penjajahan Belanda dikenal apa yang disebut CVO (Cursusnvoor Volk-Onderwijs) dengan lama
studi 2 tahun sesudah sekolah rakyat (SR) 5 tahun, Normal Schoolyang lama
studinya 4 tahun sesudah SR 5 tahun, setara dengan SGB (Sekolah Guru Bawah).
e)
Aspek kurikulum
Kurikulum
merupakan sarana pencapaian tujuan. Jika tujuan kurikuler berubah, maka
kurikulum berubah pula. Perubahan dimaksud mungkin mengenai materinya,
orientasinya, pendekatannya ataupun metodenya.
Kurikulum
dalam sistem pendidikan persekolahan di Negara kita telah mengalami
penyempurnaan-penyempurnaan dalam perjalanannya. Pada zaman penjajahan Belanda
karena sederhananya tujuan yang ingin dicapai, maka kurikulum pada SR (Sekolah
Rakyat) misalnya dikenal dengan apa yang disebut 3R’s. pada zaman penjajahan
Jepang pelajaran diwarnai iklim militeristis (upacara penghormatan Hinomaru,
Taiso [sekarang SKJ], llatihan kemiliteran, Kingrohasi [kerja bakti],
menyanyikan nyanyian-nyanyian perjuangan dan pelajaran bahasa dan tulisan
Jepang). Sedangkan pelajaran-pelajaran yang lain dinomorduakan.
Pada
era orde lama materi pelajaran tujuh bahan zaman orde lama dan pokok
indroktinasi (tahun 1950-1960-an) menempati posisi penting dalam kurikulum,
terutama kurikulum pendidikan tinggi. Dengan terjadinya tragedy nasional pada
tahun 1965, maka pada era orde baru, mulai tahún 1966,, materi tujuh bahan
pokok ditiadakan dan materi Pendidikan Moral Pancasila menjadi materi pokok
dalam kurikulum pada semua jenjang pendidikan.
Kurikulum
pada pra-universitas secara keseluruhan dibenahi sehingga lahir kurikulum 1968.
Tetapi kurikulum ini belum dianggap memberikan rambu-rambu yang jelas, baik
orientasinya maupun pendekatan kurikulumnya. Usaha selanjutnya menghasilkan
kurikulum 1975/1976 yang berorientasi pada hasil (product oriented) dengan metode PPSI (Prosedur Kurikulum
Pengembangan Sistem Instruksional). Tetapi Karena pengalaman antara tahun 1976
sampai dengan tahun 1980 menunjukkan bahwa apa yang dikehendaki tidak tercapai
sampai dengan tahun 1980 menunjukkan bahwa apa yang dikehendaki tidak tercapai,
maka upaya penyempurnaan kurikulum
selanjutnya meghasilkan kurikulum 1984. Model ini memadukan dua orientasi yaitu
product oriented dengan process
oriented, yang ditunjang dengan pendekatan CBSA. Kemudian menjelang tahun
1990 dilengkapi dengan muatan lokal dalam kurikulum, yang berlatar belakang
pada tuntutan sosial cultural dari derap pembanguan.
Dari
uraian di atas, terlihat betapa perlunya sistem pendidikan itu selalu
disempurnakan, khususnyya dari segi kurikulumnya.
Tirtaraharja
Umar & Sulo L. La.2005. Pengantar
Ppendidikan.Jakarta. Rineka
Cipta
Shene, H.G.
1984. Arti Pendidikan Bagi Masa Depan.Jakarta.
Pustekom, Dikbud: CV Rajawali
thank you
BalasHapus